Siswa MAN 1 Kulon Progo menggelar Peringatan Maluid Nabi Muhammad SAW dengan nuansa kaum Sufi. Kegiatan Peringatan Maulid Nabi Muhammad tersebut digelar di Masjid Al-Huda madrasah setempat, Jum’at (7/10/2022) pagi.
Kegiatan dihadiri oleh seluruh guru, pegawai, dan seluruh siswa MAN 1 Kulon Progo. Dengan dipandu MC Indri Rahmawati (Kelas X IIK), kegiatan dibuka dengan Pembacaan Kalam Ilahi yang dilantunkan oleh Elly Rahmawati (Kelas X IIK) dan Sari Tilawah oleh Nadzifa Gitsa Tsuraya (Kelas X MIPA 1). Sedangkan pengajian dan Do’a oleh K. H. Mustafid Enukhad, S.Ag., M.S.I.
Kepala MAN 1 Kulon Progo, H. Edi Triyanto, S.Ag., S.Pd., M.Pd. dalam sambutan pembukaan menyampaikan pesan dan ajakan kepada seluruh keluarga besar madrasah, agar menauladani dan mencintai Rasulullah SAW. dengan memperbanyak bershalawat kepadanya.
“Buktikan cinta kalian kepada Rasulullah SAW dengan membaca shalawat. Minimal Shalawat Jibril yang lafalnya pendek. Usahakan minimal 100 kali tiap harinya. Insya Allah kalian akan jadi orang sukses,” ajak Edi.
Dalam kesempatan tersebut, Group Hadroh Syubbanul Kirom MAN 1 Kulon Progo pimpinan Muhammad Aflah Baihaqi (Kelas XII IIK) membacakan Kitab Diba’. Selanjutnya mengiringi Tari Sufi yang dilakukan oleh Ainum Maghfiroh (Kelas X MIPA 3) yang juga santriwati Pontren Nurul Dholam, Pengasih.
Khusus Tari Sufi ini menurut salah satu Guru PAI, Cahyono, M.Pd., sebetulnya bukan tari. Akan tetapi gerakan berputar-putar yang diiringi ucapan dzikir kepada Allah atau shalawat kepada Rasulullah SAW. Gerakan berputar sambil berzikir tersebut merupakan hal biasa bagi para sufi atau ahli tarekat.
Selanjutnya Wakil Kepala Madrasah bidang Humas, H. Akhmad Khudlori, S.Ag., M.Pd.I menambahkan bahwa Tari Sufi atau Tari Pengingat Kematian adalah salah ajaran Tarekat Maulawiyah. “Tarekat ini digagas oleh Sufi sekaligus Penyair besar Imam Jalaluddin al-Rumi pada abad 13 M. Di akhir tarian harapannya dapat mencapai derajat fana, puncak kenikmatan menghadap Tuhan berupa kematian,” tuturnya.
“Hakekat hidup di dunia ini adalah kematian, karena roh mengalami keterpasungan. Dan mati itulah hakekat kehidupan, karena roh selalu hidup bebas bersama Tuhan,” tambah Khudlori menukil pendapat Rumi.
Ketika ditanya apa relavansinya peringatan Maulid Nabi dengan Tarian Pengingat Mati dan Tari Sufi? “Dalam hidup ini terkadang kita masih ‘mati’. Belum bisa ibadah dan mencontoh perilaku Nabi maksimal, disebabkan terlalu banyaknya maksiat. Dalam konteks madrasah, kita masih ‘mati’ karena masih banyak melanggar aturan, penggunaan media yang kurang semestinya, dan bicara atau berbuat yang kurang sopan. Jika kita semua telah ‘mati’ dalam arti telah terbebas dari itu semua, atau taat terhadap semua tata tertib dan peraturan yang ada, berarti kita telah hidup yang sesungguhnya,” jawab Khudlori.
“Artinya aktivitas warga madrasah ketika hanya melaksanakan tugas administratif dan berorientasi materi ya masih mati. Akan tetapi dilandasi keihlasan, niyat ibadah, bahkan siap berkorban, waktu, pikiran, atau materi untuk kebaikan dan kemajuan madrasah, itu baru mulai hidup. Ini menjadi bukti bahwa nuansa dan perilaku sufi tetap urgen dan sangat diperlukan, walalupun di era teknologi. Dan peringatan Maulid Nabi ini moment tepat untuk mengawali,” pungkas Khudlori.
masyaallah semangat temen”